• Beranda
  • Tentang Saya
  • Kategori
    • Review
    • Curcol
    • Parenting
    • Lomba Blogging
  • Portofolio
  • Daftar Isi
  • Kontak

Rahayu Asda


 

Inilah pengalaman saya melahirkan anak kelima pada tanggal 19 Oktober 2021

                Awal bulan Maret 2021 haid tidak datang, saya tunggu sehari, dua hari juga tak kunjung datang. Seingat saya terakhir datang bulan itu pada tanggal 3 Februari 2021. Badan rasanya nggak enak, malas saja bawaannya plus pusing dan mual “apa saya hamil ?” ucap saya membathin, “tapi rasanya nggak mungkin, kan sudah steril”  bathin saya kembali berargumen. Sebagai perempuan yang berkali-kali hamil tentu saya punya firasat dan hati kecil saya membenarkan jika saya mungkin hamil, sebab apa yang dirasa badan saat itu sama dengan awal-awal kondisi kehamilan yang sudah-sudah. Kemudian saya memberanikan diri ke bidan letaknya di Ladang kongsi, kampung sebelah. Saat itu posisi saya sudah tinggal di Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Solok Selatan.

                Selama perjalanan, saya bawa motor ketempat bidan, pikiran saya berkecamuk, “seandainya saya hamil, bagaimana ?, apalagi saat ini saya tinggal di kampung, nggak ada sinyal lagi, mau ke kota Kabupaten itu jaraknya 30 km, dengan kondisi kehamilan kelima tentu kontrolnya harus kedokter” hal-hal seperti itu yang menari dipikiran saya. Sampai di tempat bidan langsung beli testpack. Bu Bidan menawarkan untuk testpack saat itu juga, namun saya bilang, besok pagi saja bu bidan. Yap, testpack dengan urine dipagi hari kan hasilnya lebih akurat.

                Keesokan harinya sebelum wudhu untuk sholat subuh, saya test dan hasilnya garis dua alias positif. Nelangsa perasaan saya waktu itu, ya Allah ini bagaimana ? saya sudah steril  dua tahun lalu tapi ngapa bisa hamil lagi, ucap saya terus membathin. Ada rasa senang juga dihati kecil saya karena hamil dan punya anak lagi. Tapi melihat kondisi dan riwayat persalinan saya, itu yang selalu membuat saya khawatir. Dan saya kembali ke tempat bidan tersebut, beliau menghitung HPHT dan mengatakan jika usia kehamilan saya sudah masuk lima minggu. Bu bidan juga bilang, jika kesalahan pada saat steril atau dokternya lupa rasanya tidak mungkin, karena jarak dengan anak ke empat sudah hampir tiga tahun. Ada banyak kemungkinan dan pastinya adalah semua atas kuasa Allah swt kun fayakun. Selain memberikan saya buku pink adalah buku KIA (kesehatan Ibu dan Anak), Bu Bidan juga merekomendasikan dokter kandungan di Muaralabuh.

                Seminggu setelah dari bidan, ditemani suami saya pergi ke Muaralabuh untuk bertemu dengan dokter spesialis kandungan. Di Kota itu jadwal praktek dokter kandungan hanya sore dan malam hari. Dengan mengendarai motor, kami menempuh perjalanan sejauh 30 km menuju kota Muaralabuh. Alhamdulilah saat mendaftar antrian, malam itu dokter masih  ada operasi hingga jam 11 malam saya baru bertemu dokter. Dokter Ade Aulia SpOG tempat saya konsul pertama, beliau tidak kaget atau menakut – nakuti, seperti beberapa dokter yang saya temui di Tanjungpinang. Beliau juga bilang, sudah rezeki dari Allah. Ketika di USG kantung janinnya belum nampak, dan menyarankan untuk konsul kembali dua minggu lagi. Sebab kemungkinan bisa hamil diluar kandungan. Kami pulang kerumah melewati jalan yang rusak, dan nggak kebayang sebelah kanan bukit (hutan) sebelah kirinya sungai dan kami tiba dirumah jam 1 malam.

                Dua minggu setelah itu, saya kembali konsul dan tabarakallah posisi janin didalam kandungan, beliau tidak bisa memberi penjelasan banyak penyebab bisa hamil sebab bukan beliau yang menangani proses persalinan keempat. Kemungkinannya adalah saluran tuba yang dipotong menyatu kembali seperti orang yang patah tulang, dimana tulangnya menyatu kembali.  Dokter juga mengatakatan untuk proses melahirkan tidak bisa di Muaralabuh, dan harus dirujuk ke kota Padang, sebab di kabupaten Solok Selatan hanya ada satu rumah sakit dan peralatannya juga belum lengkap, diantaranya NICU untuk bayi yang belum ada.

                Memasuki usia kandungan 28 minggu, saya pindah sementara ke kota Padang sabagai persiapan persalinan. Sengaja saya memilih lebih cepat pergi ke Padang, disamping kehamilan yang semakin membesar, sangat riskan jika terjadi pendarahan atau emergency. Saya tinggal di kampung, nggak ada sinyal seluler, nggak ada mobil juga, dan jarak yang jauh ke kota Muaralabuh. Sering banget ibu hamil di kampung ini, jika melahirkan perlu penanganan dokter selalu dirujuk ke Padang ataupun ke Kota Solok. Nggak kebayang, sedang hamil besar menaiki ambulance dengan rute solok selatan – Padang yang jalannya kayak rolercoster.

                Konsul pertama di Kota Padang di RS. Siti Hawa dengan dokter Helga SpOG. Dokternya masih muda, menghadapi pasiennya tetap dengan bahasa minang J. Setelah tahu riwayat persalinan saya yang sudah 4 kali ceasar, beliau oke-oke saja. Sesuai saran etek adik ayah, untuk mencari second opinion saya juga konsul ke RSIA Mutiara Bunda di Ulak Karang dan bertemu dengan Dokter Kurnia Sari Saiful SpOG. Beliaulah yang membantu persalinan kelima. Dokter Kurnia banyak memberi penjelasan dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada persalinan nantinya. Seperti seharusnya dengan riwayat persalinan saya, harus melahirkan di Rumah Sakit besar, saran beliau di RS. M. Jamil atau RS. Ibnu Sina dimana disana ada banyak dokter, stok darah dan ruang ICU jika terjadi pendarahan. Dan, yang paling di khawatirkan adalah jika terjadi pelengketan organ, itu yang nantinya akan menyebabkan perndarahan dan perlu ditangani oleh dokter bedah. Tapi jika memilih disini, katanya lagi bisa saja kebetulan suami dokter Kurnia adalah dokter bedah dan akan stanby bila di butuhkan. Lanjutnya lagi, apapun keputusan saya nantinya, tetap harus banyak berdoa dan sholat istikharah begitu saran dari dokter Kurnia.

                Setelah sholat istikharah, pilihan saya tetap melahirkan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutiara Bunda dengan alasan saat itu masih pandemi covid dan sangat risakan melahirkan di RS Besar. Pikir saya lagi, disamping itu dokter juga mengharuskan saya untuk menyediakan stok empat kantong darah dan karena saya sudah merasa tidak nyaman, persalinan saya maju 4 minggu dari HPL. Di usia kandungan 37 minggu, sebelum jadwal operasi saya dirawat dua hari untuk transfusi darah karena Hb saya rendan dan suntik pematangan paru janin terlebih dahulu. Agar ketika lahir bayi tidak dimasukkan keruangan NICU.

                Sebelum operasi, usg dulu dan alhamdulilah posisi plasenta sudah di atas. Barakallah pada tanggal 19 Oktober 2021 jam 13.00 wib, masuk ke ruang operasi, setengan jam setelah itu bayi perempuan anak kelima kami lahir dengan berat 3200 gram dan panjang 52 cm. Alhamdullah tidak ada pelengketan organ dan tidak ada pendarahan, jadi hanya tiga kantong darah yang terpakai, dua kantong sebelum melahirkan dan satunya lagi setelah melahirkan.

                Alhamdulillah kondisi saya saat ini sehat dan bayi Fatimah udah berumur 6 bulan. Saya sudah kembali beraktivitas mengajar, dan sudah bisa membawa motor, sesekali mengantar dan menjemput anak-anak dari sekolah. Ala kulli hal, semua yang terjadi pada kehidupan saya adalah karunia dari Allah Subhanahu wata’ala

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar



III. Pengalaman melahirkan anak ketiga di RSUD provinsi Kepri.

                Anak ketiga lahir diusia saya yang belum genap 30 tahun. Pernah sih terbesit dipikiran waktu itu “yaah, sebelum umur 30 tahun, minimal udah punya anak tiga lah”.  Perkataan itu memang sebagian dari do’a. Allah aminkan ucapan saya, ketika anak kedua baru berusia 2 tahun dua bulan saya terlambat haid. Seingat saya waktu itu hari keduapuluh Ramadhan pertengahan tahun 2012. Badan rasanya memang nggak enakan, meriang dan mual. Pengalaman yang sudah dua kali merasakan proses kehamilan saya sudah menduga jika saat itu saya juga sedang hamil dan nyatanya setelah beli testpack hasilnya garis dua alias positif.

                Nano – nano rasanya,  senang iya, khawatir juga apalagi kedua anak yang masih balita. Namun apapun takdir dari Allah tetap harus di terima dengan lapang hati. Posisi saya masa itu sudah tinggal di Kota Tanjungpinang, selama kehamilan kontrol dengan dokter Defri, S,pOG yang saat itu klink tempat beliau prakter di kampung baru. Seperti ucapan dokter sebelum-sebelumnya karena udah pernah ceasar sebaganya dua kali, maka untuk anak ketiga juga proses melahirkannya harus ceasar. Fix ya, jadi pas anak ketiga ini memang udah mempersiapkan mental untuk melahirkan dengan tindakan operasi dan nggak perlu nunggu kontraksi. Saat kontrol dokter juga menawarkan untuk tindakan steril, namu suami masih belum memberi izin untuk dilakukan kb steril pada persalinan anak ketiga.

                Kata orang melahirkan ceasar nggak perlu nunggu sakit dulu atau kontraksi. Tapi tahukah kalian, semua ibu hamil, proses persalinan ceasar maupun normal selain merasakan mual, pusing dan muntah, semua ibu akan merasakan beratnya masa kehamilan, apalagi kehamilan yang semakin membesar, seperti : susah tidur, susah miring kekiri maupun kekanan,  dan yang paling sakit itu adalah rasa nyeri di perut bagian bawah terus nyerinya hingga kedua pangkal paha karena bayi akan mencari jalan lahir.

                Setelah minta rujukan dokter untuk melahirkan di RSUD Provinsi Kepri, hari Sabtu tanggal 23 bulan Maret 2013 siangnya ba’da zuhur saya dan suami berangkat ke Rumah Sakit, akibat rakit dibawah perut yang tidak tahan lagi. Sore itu juga dokter langsung mengambil tindakan operasi. Pada proses melahirkan anak ketiga ini yang paling saya ingat adalah selain dokter Defri tipikal dokter yang santai dan tidak menakut – nakuti pasien, diruang operasi asisten anestesinya adalah perawat perempuan, saya sampe saat  ini tidak kenal, selama proses persalinan terus saja membisikkan kalimat dzikir kepada saya. Selalu terus mengatakan dzikir ya bu, pusing bu, sesak bu jangan tidur ya bu” . Hal itu yang membuat saya merasa nyaman menghadapi persalinan anak ketiga dan pada hari Sabtu tanggal 23 bulan Mater tahun 2013 pukul 15.30 anak ketiga lahir dengan berat 3000 gram dan panjang 50 cm.       Oh iya saat anak pertama lahir usia anak pertama 4 setengah tahun dan anak kedua tiga tahu.

                Empat tahun berlalu, pada pertengahan tahun 2017, saya kembali merasakan pusing, mual dan meriang pastinya juga telat haid juga dan setelah beli testpack hasilnya pasitif. Untuk proses kelahiran anak keempat, bisa baca tulisan saya disini  Operasi  Ceasar Empat Kali, Mau Tau Rasanya?


Bersambung part 3disini 

CERITA KEHAMILAN

Lima Kali Melahirkan Secara Ceasar ? Mau Tahu Rasanya (part 3)


 

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

 


Operasi Caesar atau operasi sesar adalah salah satu proses persalinan atau proses mengeluarkan bayi dari rahim calon Ibu tanpa melalui jalan (liang) lahir atau vagina, melainkan melalui pembedahan yang dilakukan di perut Ibu (laparatomi) serta rahim (histerotomi) calon Ibu. Nah, disini saya akan ceritakan pengalaman melahirkan kelima anak dan semuanya melalui proses operasi ceasar. Tak banyak memang ibu yang bisa melahirakn ceasar sebanyak itu, bahkan dokter juga menyarankan hanya boleh tiga kali operasi ceasar. Tentu  akan ada pertanyaan kok bisa ceasar sih, apa tidak bisa diusahakan melahirkan secara spontan atau normal. Baiklah, saya akan ceritakan step by stepnya dari proses melahirkan anak pertama hingga anak kelima.

I.                    Kisah saya melahirkan anak pertama 24 September 2008

Awal Februari 2008 saya postif hamil anak pertama dengan usia kandungan 4 minggu. Saya menjalani kehamilan layaknya ibu-ibu hamil pada umumnya. Pusing, mual, muntah pada trimester pertama, yang demikian itu adalah suatu kewajaraan saya sangat bersyukur karena bisa menjalani masa-masa kehamilan secara normal selama sembilan bulan, hingga pada pada tanggal 23 bulan September yang juga saat itu bulan Ramadhan, jam dua dini hari saya sudah merasakan mulas dan keluar lendir bercampur darah. Karena belum ada pengalaman sama sekali juga ingat pesan almarhum ibu untuk melahirkan di rumah sakit, maka berangkatlah saya dan suami subuh itu juga ke RS AL Tanjungpinang.   Di Rumah sakit ada bidan jaga yang menangani saya, pas saat mengecek bukaan, baru bukaan pertama. Oleh bidan saya di suruh untuk berjalan-jalan agar bukaannya bertambah. Setiap beberapa waktu bidan mengecek bukaan, hingga malam hari bukaannya  bertambah hanya sampai bukaan 6.

Setiap nambah bukaan saya juga merasakan kontraksi dan sakitnya itu luar biasa.. jadi saya juga pernah merasakan rasa sakit menjelang melahirkan. Pada pagi harinya bukaan tidak bertambah, tidak terasa lagi kontraksi  dan gerakan bayi semakin melemah. Lalu dokter menyarankan untuk mengambil tindakan operasi. Suami setuju dan keluarga juga setuju, maka saat itu adalah operasi ceasar pertama dan oparasi ketiga yang saya alami selama hidup saya. Tepatnya hari Rabu, 24 September 2008 atau 24 Ramadhan, jam 10 pagi saya masuk keruang operasi.  Alhamdulillah operasi berjalan lancar, saat itu dokter anestesi mengambil tindakan bius lokal/ setempat (anastesi spinal), lahirlah bayi perempuan anak pertama kami dengan berat 3 kg dan panjang 50 cm. Setelah bidan memperlihatkan bayi saya dan jenis kelaminnya kemudian saya dibius seluruhnya. Adapun dokter yang membantu persalinan saya adalah dokter Basit SpOG.

Nah, seringkali saya dapat pertanyaan, kok bisa ceasar sih ? ya itu tadi, dari awal anak pertam akan lahir, bukaannya tidak maju-maju hingga diambilah tindakan operasi.



II.                  Pengalaman melahirkan ceasar anak kedua, 4 Maret 2010

Anak pertama usia 9 bulan, belum lagi bisa berjalan, baru bisa merayap dan tegak di dinding saya positif hamil anak kedua  juga dengan usia kandungan 4 minggu. Semua rasa bercampur saat itu antara senang juga khawatir. Khawartir sebab jarak  dengan anak pertama yang berdekatan. Saya menjalani masa kehamilan anak kedua dengan sangat berat. Dalam kedaan mual, pusing dan selalu ingin muntah saya tetap harus mengurus anak pertama yang sedang aktif, tidak bisa di tinggal juga harus selalu dalam pantauan. Karena menghadapi keaktifan anak pertama yang memang sedang masa-masanya belajar merangkak dan berdiri, rasa pusing dan mual tidak terlalu saya hiraukan.

Pada bulan Oktober 2009, di usia kandungan 5 bulan saya ikut suami ke Malaysia, disana suami mengajar pada salah satu ma’had tahfiz terletak di Bangi Selangor Malaysia dekat dengan kampus Universitas Kebangsaan Malaysia. Dengan suami, kami memutuskan untuk melahirkan di Malaysia karena biaya melahirkan jika nanti akan operasi ceasar lebih murah dari pada di Indonesia. Setiap dua minggu sekali saya rutin kontrol di klinik, kalau bahasa sininya pukesmas. Setiap kontrol selalu cek darah dan cek urine dengan biaya 30 ringgit Malaysia. Ada yang beda dengan di negara kita dimana, pemerintah disana sangat memperhatikan ibu hamil dan ibu-ibu yang akan melahirkan, Jika saya tidak datang kontrol ke klinik Bangi pada tanggal yang telah dijadwalkan maka perawat akan menelpon dan menanyakan alasan ketidakhadiran di klinik.

Memasuki usia kandungan 30 minggu saya dirujuk ke rumah sakit besar. Kami memilih untuk melahirkan di Hospital Putrajaya Malaysia. Disana saya bertemu dengan dokter yang lebih senior dan bertanya kondisi  kehamilan anak pertama secara detail seperti : usia anak pertama, jenis kelamin, alasan operasi ceasar pertama hingga berapa hari dirawat di rumah sakit ketika melahirkan anak pertama. Oleh dokter tersebut saya di usahakan untuk tetap melahirkan normal dengan catatan berat janin tidak boleh lebih dari 3 kg dan lagi saya disuruh menunggu sampai terasa kontraksi. Saat itu dokter bilang jika anak kedua nanti operasi maka, anak selanjutnya harus lahir secara ceasar, maka kali ini di usahakan untuk bisa melahirkan secara normal.

Hari berlalu, namun tidak ada tanda-tanda akan melahirkan, sementara saya semakin kepayahan. Karena sudah tidak tahan lagi merakasan sakit di perut bagian bawah juga sel*gka*g. Saya kerumah sakit dan oleh dokter jam 2 siang atau jam 14, di ambil tindaka operasi. Maka  pada hari Kamis, 4 Maret 2010 lahirkan anak kedua kami berjenis kelamin laki-laki dengan berat 3400 gram dan panjang 54 cm.

Jadi disini udah jelas ya anak pertama dan kedua lahirnya melalui tindakan operasi,

Yuk lanjut pengalaman melahirkan anak ketiga 

Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar

 

Begini Bedanya Hidup Di Kota Dengan Di Desa

 


                Saya lahir dan besar di Kota Kecil Tanjungpinang, kota yang kini menjadi ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Karena sudah biasa tinggal di perkotaan dengan segala kemudahan fasilitas, apalagi sudah ada layanan online seperti gojek dan grab. Begitu juga ingin makan sesuatu tinggal pesan melalui aplikasi, juga belanja online dengan ongkos kirim yang relatif murah.

                Dan kini saya dihadapkan dengan kenyataan bahwa saya harus tinggal di desa, dan mengajar dipondok pesantresn di pelosok Sumatera Barat.  Pelosok, mengapa saya menyebutnya pelosok, sebab daerahnya masih susah sinyal seluler, jadi jangan mengharapkan untuk bisa browsing internet apalagi bermedsos ria sambil baca cerbung KBM. Aplikasi online ingin ada disini?, anggap saja hanya mimpi, karena angkutan umum juga tidak masuk di kampung ini. Transportasi sehari-hari hanya menggunakan motor. Letak kampung tempat saya tinggalsaat ini berada di lembah bukit barisan, hal itu yangmenyebabkan sinyal terhalang bukit dan sinyal seluler mengap-mengap. Dari jalan lintas sekitar delapan kilo meter Solok – Muaralabuh dan sekitar 80 kilometer dari Kota Padang ibu kota provinsi Sumatera Barat. Untuk bisa kesini jalannya cukup menguras adrenalin, dengan mendaki bukit yang kemiringannya sekitar 120 derajat, sisi kiri jalan adalah tebing dan sisi kanan jalan adalah jurang.   


                Enyahkan sifat manja, jangan lebay apalagi baper karena telah terbiasa dengan kemudahan fasilitas. Mau tidak mau, suka tidak suka kata-kata wonderwomen sepertinya bisa melekat pada diri emak blogger ini, wkwkwkw. Karena tiap hari mesti ngantar anak sekolah dengan motor melewati jalan bergelombang dan berliku.  Makanya teman-teman saya di asrama dulu tangguh-tangguh dan kuat mental, sebab alam Sumatera Barat sangat menantang dan mengajarkan agar kuat bertahan hidup. Duhhh segitunya ha ha ha.

                Nah, setelah sekian purnama hidup disini, maka saya mau tuliskan bedanya hidup didesa dengan dikota.

Pertama, Segi Ketenangan

Tinggal di desa lebih tenang dan nyaman tentunya sebab masih ada hutan, banyak sawah dan ladang serta pepohonan hijau, jadi udaranya sejuk dan adem, trus kalau mau mandi pagi hari, airnya seperti rasa air dalam kulkas sangking dinginnya. Nah, dengan dikota, tahu sajalah karena sudah penuh dengan rumah-rumah, pohon-pohon ditebang dan polusi udara dimana-mana. Tenang versi saya juga kebutuhan pokok buat makan sehari-hari bisa setengah dari harga kota, nggak terlalu pusing dengan harga-harga naik apalagi berita hoaxs yang bertebaran di medsos. Tentang virus corona juga orang kampung slow saja, masa pandemi dua tahun lalu itu ngga terasa banget di kampung.

 

Kedua, Susah sinyal




Susah sinyal dan sulitnya akses internet. Seperti yang saya bilang diatas tadi, dikampung ini susah sinyal. Hal ini karena kampung tempat saya tinggal berada di lembah dan dikelilingi perbukitan bukit barisan. Sinyal dari tower operator terhalang oleh bebukitan. Jadi jaringan di sini adalah jaringan GSM alias Geser Sedikit Mati. Beda dong dengan di perkotaan yang jaringannya sudah 4G, akses apasaja lancar jaya, bisa gunakan aplikasi apa saja.

 

Ketiga, keramahan penduduk

Meminta garam, bawang atau bumbu-bumbu dapur yang kebetulan sedang tidak ada dirumah ketetangga adalah hal biasa. Kalau lihat itu Saya jadi teringat kenangan masa kecil di Tanjungpinang dimana hubungan dengan tetangga sudah seperti saudara, biasa juga meminta bumbu dapur dan saling tukar-menukar makanan. Jika sekarang jangan harap akan bisa seperti itu di Kota, meminjam garam ke tetangga, kamu bakalan dicurcolin sama tetanggamu di grub curhat emak-emak di facebook ha ha ha.

Keempat, tamu langsung masuk kerumah

Di kampung itu tamu itu langsung masuk kerumah, baik laki-laki maupun perempuan walaupun misal suami lagi tak dirumah, ada yang datang nyampaian kabar begini atau ada jemputan undangan. Maka suami pesan selalu kunci pintu, kalau suami tak dirumah dan ada tamu, lihatnya dari jendela saja wkwkwkw.

Tinggal di kota maupun didesa masing-masing ada istimewanya, Namun terkadang satu sisi jiwa manusia juga butuh yang namanya ketenangan, maka solusianya memang membangun rumah dipedesaan wkwkwkkw. Ngayal dot com akyuuuuuu

 

 

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Penulis


Ibu lima anak, lulusan sarjana Pendidikan Bahasa Arab yang senang menulis, dan sekarang berprofesi sebagai ghost writer, content writer dan blogging mentor
Baca Selengkapnya >

: hafizhafizah32@gmail.com

: +62853 6423 8802


Komunitas


Yang Banyak Dibaca Bulan Ini

  • Menampilkan Blog Mobile Friendly Pada Blogspot
    Cara termudah agar tampilan blog anda mobile friendly adalah dengan mengatifkan fitur seluler dengan cara : 1. Masuk ke ha...
  • LOMBA MENULIS CERPEN DEADLINE AGUSTUS 2015
    Perlombaan menulis cerita pendek dengan tema “Damn! I’m in Love” sebagai rangkaian dari acara Psychofest (Psychology Festival) 2015. Peser...
  • Inilah Khasiat Kurma Muda Yang Belum Kamu Ketahui
    Dokumen Pribadi Kata orang, wanita hamil itu suka makan yang asem-asem seperti mangga muda atau kedondong. Namun sejauh pengalaman say...
  • Ingin Mendapatkan Uang Dari Blog? Begini Caranya
    Sejak postingan saya di facebook tentang penghasilan dari googe adsense, banyak yang bertanya bagaimana sih ngeblog itu bisa menghasil...
  • Ogura Batam : Cake Zaman Now Dan Kisah Sedih Dibaliknya
    Foto : rahayuasda Karena sedang hamil muda selera saya pun kepengen yang macam-macam. Apalagi gaweannya tiap hari melototin facebook, ...

Tulisan Terbaru

Categories

  • Blogging
  • Cerita Kehamilan
  • Curcol
  • Harbolnas1212/2017
  • Info Lomba
  • Jalan - jalan
  • Kehamilan
  • Parenting
  • Penulis Zana Now
  • Resep
  • Review
  • Storytelling
  • Tentang Saya

Facebook

Arsip Blog

  • ►  2025 (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2024 (1)
    • ►  August (1)
  • ▼  2022 (4)
    • ▼  April (4)
      • Lima Kali Melahirkan Secara Ceasar ? Mau Tahu Rasa...
      • Lima Kali Melahirkan Secara Ceasar ? Mau Tahu Rasa...
      • Lima kali melahirkan secara ceasar ? Begini rasany...
      • Begini Bedanya Hidup Di Kota Dengan Di Desa
  • ►  2021 (5)
    • ►  September (1)
    • ►  May (3)
    • ►  February (1)
  • ►  2020 (3)
    • ►  November (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2019 (31)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (7)
    • ►  August (4)
    • ►  July (7)
    • ►  June (3)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2018 (38)
    • ►  December (5)
    • ►  November (9)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (4)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2017 (89)
    • ►  December (11)
    • ►  November (9)
    • ►  October (12)
    • ►  September (8)
    • ►  August (9)
    • ►  July (11)
    • ►  June (9)
    • ►  May (3)
    • ►  April (8)
    • ►  March (7)
    • ►  February (2)
  • ►  2016 (21)
    • ►  August (1)
    • ►  July (11)
    • ►  June (4)
    • ►  May (1)
    • ►  January (4)
  • ►  2015 (28)
    • ►  October (1)
    • ►  July (25)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2013 (1)
    • ►  May (1)
  • ►  2010 (1)
    • ►  June (1)

Created with by ThemeXpose | Copy Blogger Themes