![]() |
| dokumen pribadi |
Dua hari lalu,
saya menghadiri pernikahan anak dari seorang teman yang saya kenal sejak
beberapa tahun lalu. Ummi begitu sapaan akrab beliau menikahkan putrinya seorang
penghapal Qur’an dengan laki-laki sederhana. Mereka berjodoh tanpa melalui
proses pacaran apalagi moment sesi prawedding. Karena tanggung jawab seorang
ayahlah yang harus mencarikan laki-laki sholeh sebagai imam untuk putrinya. Awal
perkenalan adalah ketika sang ayah pergi keluar dakwah selama 40 hari bersama
beberapa orang termasuk seorang pemuda yang lurus hati. Melihat interkasi, mualamah
dan akhlak selama keluar dakwah, sang ayahpun jatuh hati dan berniat menikahkan putrinya
dengan pemuda tersebut. Gayungpun bersambut, tawaran itu diterima dengan tangan
terbuka oleh keluarga laki-laki Mereka hanya bertemu dua kali saat ta’aruf dan
ketika pengarahan di kantor urusan agama.
Undangan
tersebut sengaja diantarkan langsung kerumah oleh umi dan putrinya, disamping
silaturahmi karena kami juga telah lama tidak bertemu. Biasanya saya jarang
sekali menghadiri undangan penikahan, kecuali jika bukan kerabat dekat, ataupun
tetangga sekitar. Memang dalam Islam kita diwajibkan memenuhi undangan, namun
ada ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi jika dalam acara walimatur ursy
tersebut diantaranya tidak terdapat
kemungkaran seperti : musik dan joget, minuman khamr, tidak menutup aurat. Jika
dalam hal ini kita tidak mampu mengubahnya maka kewajiban memenuhi undangan
gugur, begitu mayorotis pendapat ulama. Namun, jika pun saya harus menghadiri
undang tersebut. Maka saya lebih memilih datang pada acara ijab qabul atau di
sore hari setelah musik-musik di hentikan. Pada undangan kali ini saya memang
sudah ngingatin suami jauh – jauh hari untuk mengantarkan saya datang ke resepsi
walmatur ursy ini.
Gerimis di
siang hari kami tempuh agar bisa
menghadiri undangan tersebut. Seumur hidup saya baru kali ini saya menghadiri
undangan walimatur ursy yang islamy, dimana hanya lantunan shalawat yang
mengiringi acara ini. Sang mempelai wanta menutup aurat dengan menggunakan
cadar dan duduk di dalam rumah untuk menerima tamu wanita, sementara mempelai
laki-laki bersorban dan bergamis putih duduk di depan rumah didampingi ayah dan
ayah mertuanya untuk menerima tamu laki-laki. Sehingga tiada bersentuhan antara
lak-laki dan perempuan. Tamu undangan juga dipisah. Untuk tamu undangan wanita
disediakan ruangan khusus yang tertutup untuk bersantap hidangan, sementara
tamu laki-laki tetap disediakan tenda di luar.
Kemudian
pengantin yang bersanding seharian dengan makeup yang tebal. Tak jarang perias
pengantin memaksa pengantin perempuan untuk mencukur alis yang jelas-jelas
perbuatan itu di laknat. Senior saya dikampus, saya lihat sendiri beliau menangis
selama acara resepsi karena di larang sholat oleh perias pengantin, di bujuk –
bujuk oleh ibunya, karena jika sholat tentulah make up tebal itu akan luntur
dan harus di rias ulang. Adapula mereka yang menjamak sholatnya, karena kesibukan
mengurus tamu undangan dan resepsi. Fenomena yang menggelitik namun juga
mengiris hati.
Tak
banyak orang yang bisa berbuat sepert itu dengan melaksanakn pesta pernikahan
secara islamy. Terkadang mereka yang sudah faham dengan syariat namun terhalang
dengan keinginan orang tua untuk mengadakan pesta pernikahan yang mewah dengan
mengundang banyak orang juga ada hiburan sebagai suguhan. Tak jarang berhutang
hanya karena khawatir dengan apa yang dikatakan orang.
Semoga
tulisan ini bisa bermanfaat dikemudian hari, karena jika saat ini kita telah
menjadi orang tua dan suatu saat akan menikahkan anak-anak kita. Adakanlah
pernikahan sesuai dengan apa yang telah disyariatkan guna menjadi contoh di
tengah masyarakat. Sebab sesuatu itu tidak akan berubah jika tidak di mulai
dari diri sendiri.















